Maleo, Burung Anti Poligami dengan Cara Membuat Sarang dan Bertelur yang Unik
Siapa yang tidak kenal burung endemik asli Indonesia yang memiliki struktur seperti ayam kampung satu ini? Ya, Burung Maleo yang persebarannya di pulau sebelah timur Indonesia, yaitu Pulau Sulawesi. Sulawesi merupakan salah satu pulau yang memiliki tingkat hewan endemik tertinggi kedua,
dengan proporsi endemik tertinggi 62% dari 79 spesies setelah propinsi Irian Jaya dalam jumlah
reptilia dan burung endemik . Salah satu burung endemik
Sulawesi yang menarik dan memiliki keunikan adalah burung maleo (Macrocephalon maleo).
Burung ini berbeda dengan jenis burung lainnya yaitu menggunakan panas bumi dan panas
matahari untuk mengerami telurnya.
Hasil
berbagai survei dan kajian tentang keberadaan maleo, satwa ini mengalami penurunan yang sangat
drastis. Menurut Christy dan Lentey (2001) melaporkan adanya penurunan populasi burung maleo sampai
47- 65% selama 10-15 tahun terakhir. Penurunan jumlah populasi maleo yang sangat drastis,
International Union for Conservation of Nature (IUCN) menggolongkan burung ini ke dalam
Endangered Species.
Badan konservasi dunia, yaitu IUCN (International Union for Conservation of Nature Resources) telah mencantumkan jenis maleo sebagai satwa liar yang terancam punah dengan kategori “Rawan” sejak tahun 1966. Pemerintah Indonesia menetapkan Burung Maleo sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 421/KPTS/UM/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Pemerintah Tingkat I Sulawesi Utara melalui Surat Keputusan No. 522/XI/2787 tanggal 21 Juli 1987 telah melarang penangkapan burung maleo dan pengambilan telur maleo.
Maleo, Burung Endemik Indonesia yang Anti Poligami
Gambar 1. Burung Maleo Jantan dan Betina
Burung maleo (Macrocephalon maleo) yang merupakan salah satu spesies
kunci dari kawasan Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang serta harta karun bagi Sulawesi
Tengah dan bagi masyarakat seluruh dunia. Mengingat maskot ini mempunyai makna
yang besar bagi masyarakat Sulawesi Tengah, yaitu sebagai lambang kemandirian
karena Burung Maleo mulai hidup mandiri sejak dalam lokasi peneluran serta sebagai
lambang kesetiaan karena Burung Maleo ini bersifat monogami yang hidup setia
sampai mati dengan pasangannya.
Habitat alami burung maleo adalah hutan meliputi pantai hutan bakau
(mangrove) dan hutan dataran rendah. Burung maleo menyukai daerah berpasir yang
hangat untuk membuat sarang dan melakukan aktifitas lain, sedangkan daerah hutan
dan semak merupakan tempat mencari makan, berlindung, tidur dan kawin. Di habitat alamnya burung maleo selalu menyembunyikan diri di semak
belukar atau hutan apabila ada hal-hal yang dianggap membahayakan
keselamatannya. Pendengaran burung maleo kurang baik sehingga dapat didekati
bila memperhatikan arah angin dan posisi burung maleo.
Membuat Lubang Sarang Tiruan
Gambar 2. Burung Maleo Membuat Lubang Sarang
Sarang Burung Maleo berada didalam hutan terbuka
dataran rendah yang dekat atau dikelilingi dengan sungai. Burung maleo bertelur
diareal yang tidak bervegatasi dan letakknya lebih tinggi dari sungai. Struktur tanah
datar yang terdiri dari pasir, debu dan liat yang terus-menerus mendapatkan
penyinaran matahari. Penggalian lubang dimulai pada pukul tujuh dan berlangsung antara 1 sampai
3 jam hingga selesai. Apabila ada bahaya (kedatangan manusia), mereka langsung
terbang dan meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai, tetapi biasanya datang
kembali pada tengah hari hingga sore harinya (12:00–15:00). Penggalian tanah
dilakukan bergantian antara betina dan jantan, bila betina sedang menggali yang
jantan menjaga dan mengawasi keadaan sekitar. Pergantian pekerjaan berinterval
antara 15–20 menit. Lamanya penggalian dan kedalaman lubang berhubungan dengan
kondisi tekstur tanah.
Menurut Dekker (1990), menyatakan bahwa pola peneluran burung maleo yang teratur
yakni membuat lubang tiruan di sekeliling sarang yang berisi telur. Burung maleo bertelur sekali setiap 7–9 hari selama periode 2–3 bulan. Produksi telur diperkirakan
8–12 butir per induk pertahun.
Burung maleo akan menggali lubang sebagai sarang peneluran, induk maleo
meletakkan telurnya di dalam lubang tersebut dan menimbunnya kemudian dengan
bekas galian.
Setelah Bertelur, Maleo Tidak Peduli Jika Telur Tidak Menetas atau Diserang Predator
Gambar 3. Lubang Sarang Burung Maleo
Menurut Buchart dan Baker (1999), puncak musim kawin burung maleo antara
bulan januari hingga maret. Burung maleo Seperti semua megapoda lainnya, maleo
tidak menetaskan telur mereka dengan tubuh panas tapi menggunakan sumber panas
alternatif. Hal mengenai reproduksi, mereka sepenuhnya tergantung pada tanah
vulkanik panas dan pantai yang terpapar sinar matahari, di mana mereka mengubur
telur pada suhu sekitar 34°C. Setelah bertelur, burung kembali ke hutan dan
burung maleo akan kembali ke sarang hanya untuk fase bertelur berikutnya.
Setelah telur diletakkan dan ditimbun dengan dengan aman, sepasang induk
maleo akan terbang meninggalkan tempat bertelurnya untuk kemudian beristirahat
di cabang–cabang pohon dekat lokasi sarang telur. Setelah meningggalkan telurnya, induk maleo tidak pernah mengawasi atau memerhatikan lagi hingga telur tersebut
menetas dengan bantuan panas matahari atau panas bumi. Mereka sama sekali tidak
peduli apakah telurnya menetas, dimakan predator, pecah, busuk atau diambil pencuri.
Uniknya, Hanya Satu Telur Setiap Lubang Sarang
Gambar 4. Perbandingan Besar Telur Burung Maleo
Telur maleo yang diletakkan di tanah tersebut akan menetas setelah 60–80
hari. Induk maleo akan kembali bertelur setelah interval waktu 9–14 hari dan telurnya
diletakkan pada lubang yang berbeda dengan telur sebelumnya, jadi dalam satu
lubang hanya terdapat satu telur. Setiap sekali bertelur hanya sebutir dan dalam satu
musim bertelur induk maleo dapat menghasilkan 8–12 butir.
Gambar 5. Telur dan Anak Burung Maleo
Apabila telur tidak busuk, pecah, dimakan predator atau diambil pencuri maka telur
maleo akan menetas. Anak maleo yang baru menetas akan menggali pasir dan
langsung terbang mencari pohon terdekat, bila tidak dimakan predator (biawak, ular
atau elang). Anak maleo memerlukan waktu 1–2 hari untuk memecah kulit telur dan
menggali lubang untuk keluar.
Daftar Acuan
Dekker, R.W.R.J, 1990. the distribution and status of nesting grounds of the maleo macrochepalon maleo in sulawesi, indonesia, institute of taxonomic zoology, University of Amsterdam.
Gill, F. B. 1995. Ornithology, 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, New York, USA.
Gunawan, H, 1993. Burung maleo (Macrocephalon Maleo SAL. MULLER 1846) satwa langka endemik Sulawesi. Buletin Rimba Sulawesi. Ujung Pandang, Volume : hlm 12-23.
Poli, Z. Polii, B & Paputungan, U. 2016. Tingkah Laku Bertelur Burung Maleo di Muara Pusian Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Keamatan Dumoga Timur Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Zootek. Vol. 36 (2): 289 - 301 hlm.
Konten Ini cukup bagus.. Sangat banyak mengedukasi!
BalasHapusSama Seperti Blog ayam jago milik Pemainayam.vip yang setiap hari banyak memberi informasi penting !